Wednesday, May 2, 2007

rame deh...

Akhirnya bisa narik nafas panjang walaupun masih ada 1 orang nasabah didepanku yang lagi ngisi formulir......
Dari tadi pagi rame banget.
Dengan posisi kerjaku yang cuma sendirian otomatis aku hanya berjuang sendiri, ga ada back up.Gimana mo nerapin standar layanan yang baek coba sementara didepanku nasabah ngomel2 karna nunggu lama.....ruangan juga ga lega ini.....
Kertas2 pendingan dah numpuk banget entah kapan bisa kepegang.
Ada apa yah hari ini??
Kenapa nasabah datang nyerbu gini.....
Kalo aja masih front end..kan lumayan ada temen 1 lagi jadi berbagi tugas....
Ini cuma aku pegang sendirian....
Sampe ngos ngosan gini ngomong ke nasabah....


Kondisiku juga lagi ga bagus....
Mugkin karna semalam pulang kecapean, jadi aku bangun dengan kepala berat...pusing banget.
Badan juga pegel semua....(nah ini yg bikin bingung....kan cuma jadi motivator buat lomba dulay....tapi kenapa jadi pegel gini....)
Duuhh...apa lagi sih ini..sakit2 mulu....
Dadaku juga perih dan kadang susah bernafas....
Padahal aku harus bolak balik fotokopi ke lantai 2
Jadinya yaahh...sesak nafas deh...
Sakiiiitt.......
Badanku juga udah gemeteran....
Mudah2an ini cuma efek cape kemaren dan ga berlanjut....
Ga enak banget ngebayangin harus bedrest.....

izinkan aku menciummu

Pagi ini saat kubuka inbox ...lix kirim email yang bikin hatiku perih. Tanpa kusadari mata ini basah.....aku kangen....
Isinya gini :

Ijinkan Aku Menciummu Ibu



Sewaktu masih kecil, aku sering merasa dijadikan pembantu olehnya. Ia selalu menyuruhku mengerjakan tugas-tugas seperti menyapu lantai dan mengepelnya setiap pagi dan sore. Setiap hari, aku dipaksa membantunya memasak di pagi buta sebelum ayah dan adik-adikku bangun. Bahkan sepulang sekolah, ia tak mengizinkanku bermain sebelum semua pekerjaan rumah dibereskan. Sehabis makan, aku pun harus mencucinya sendiri juga piring bekas masak dan makan yang lain.

Tidak jarang aku merasa kesal dengan semua beban yang diberikannya
hingga setiap kali mengerjakannya aku selalu bersungut-sungut.

Kini, setelah dewasa aku mengerti kenapa dulu ia melakukan itu semua.
Karena aku juga akan menjadi seorang istri dari suamiku, ibu dari anak-anakku yang tidak akan pernah lepas dari semua pekerjaan masa kecilku dulu. Terima kasih ibu, karena engkau aku menjadi istri yang baik dari suamiku dan ibu yang dibanggakan oleh anak-anakku.

Saat pertama kali aku masuk sekolah di Taman Kanak-Kanak, ia yang
mengantarku hingga masuk ke dalam kelas. Dengan sabar pula ia tunggu.
Sesekali kulihat dari jendela kelas, ia masih duduk di seberang sana.

Aku tak peduli dengan setumpuk pekerjaannya di rumah, dengan rasa kantuk yang menderanya, atau terik, atau hujan. Juga rasa jenuh dan bosannya menunggu. Yang penting aku senang ia menungguiku sampai bel berbunyi.


Kini, setelah aku besar, aku malah sering meninggalkannya, bermain
bersama teman-teman, bepergian. Tak pernah aku menungguinya ketika ia sakit, ketika ia membutuhkan pertolonganku disaat tubuhnya melemah. Saat aku menjadi orang dewasa, aku meninggalkannya karena tuntutan rumah tangga.


Di usiaku yang menanjak remaja, aku sering merasa malu berjalan
bersamanya. Pakaian dan dandanannya yang kuanggap kuno jelas tak serasi dengan penampilanku yang trendi. Bahkan seringkali aku sengaja
mendahuluinya berjalan satu-dua meter didepannya agar orang tak
menyangka aku sedang bersamanya.

Padahal menurut cerita orang, sejak aku kecil ibu memang tak pernah
memikirkan penampilannya, ia tak pernah membeli pakaian baru, apalagi
perhiasan. Ia sisihkan semua untuk membelikanku pakaian yang bagus-bagus agar aku terlihat cantik, ia pakaikan juga perhiasan di tubuhku dari
sisa uang belanja bulanannya. Padahal juga aku tahu, ia yang dengan
penuh kesabaran, kelembutan dan kasih sayang mengajariku berjalan. Ia
mengangkat tubuhku ketika aku terjatuh, membasuh luka di kaki dan
mendekapku erat-erat saat aku menangis.

Selepas SMA, ketika aku mulai memasuki dunia baruku di perguruan tinggi. Aku semakin merasa jauh berbeda dengannya. Aku yang pintar, cerdas dan berwawasan seringkali menganggap ibu sebagai orang bodoh, tak berwawasan hingga tak mengerti apa-apa. Hingga kemudian komunikasi yang berlangsung antara aku dengannya hanya sebatas permintaan uang kuliah dan segala tuntutan keperluan kampus lainnya.

Usai wisuda sarjana, baru aku mengerti, ibu yang kuanggap bodoh, tak
berwawasan dan tak mengerti apa-apa itu telah melahirkan anak cerdas
yang mampu meraih gelar sarjananya. Meski Ibu bukan orang berpendidikan, tapi doa di setiap sujudnya, pengorbanan dan cintanya jauh melebihi apa yang sudah kuraih. Tanpamu Ibu, aku tak akan pernah menjadi aku yang sekarang.

Pada hari pernikahanku, ia menggandengku menuju pelaminan. Ia tunjukkan bagaimana meneguhkan hati, memantapkan langkah menuju dunia baru itu.
Sesaat kupandang senyumnya begitu menyejukkan, jauh lebih indah dari
keindahan senyum suamiku. Usai akad nikah, ia langsung menciumku saat
aku bersimpuh di kakinya.

Saat itulah aku menyadari, ia juga yang pertama kali memberikan kecupan hangatnya ketika aku terlahir ke dunia ini.

Kini setelah aku sibuk dengan urusan rumah tanggaku, aku tak pernah lagi menjenguknya atau menanyai kabarnya. Aku sangat ingin menjadi istri yang shaleh dan taat kepada suamiku hingga tak jarang aku membunuh kerinduanku pada Ibu. Sungguh, kini setelah aku mempunyai anak, aku baru tahu bahwa segala kiriman uangku setiap bulannya tak lebih berarti dibanding kehadiranku untukmu. Aku akan datang dan menciummu Ibu, meski tak sehangat cinta dan kasihmu kepadaku.

Mama.......aku kangen......
Setiap hari aku hanya bisa nyalahin diri sendiri karna sampe sekarang selalu ngerepotin.
Aku bukan anak yang berbakti....
Aku bukan anak yang bisa dibanggakan....
Sekarang aku hanya ingin berkumpul kembali ma..
Papa...aku sedih kalo lihat papa sendirian sementara sekarang mama juga sibuk ngurusin nenek yan sakit sakitan.
Papa, mama.....orang2 yang dulu kulihat sangat tegar....sekarang kenapa begitu rapuh.....
Apakah karena kami anak2 yang meninggalkanmu berdua disana tanpa teman???
Sekarang aku hanya bisa pandangi foto yg hanya bisa membisu...
Aku ingin nangis dipangkuan mama lagi...
Aku ingin bercerita dengan papa lagi...
Tapi entah kapan....
Aku juga ga tau apa lagi yang kukejar di kota ini.
Aku kehilangan segalanya...
Aku cuma ingin mama...papa.... keluargaku bersatu lagi...
Kita rajut kembali hari2 bersama dulu....